Berdasarkan laporan yang dirilis Newzoo, pada tahun 2019 ini nilai pasar game global akan mencapai angka US$152 miliar (sekitar Rp2,15 kuadriliun), meningkat 9,6 persen dibanding tahun sebelumnya.
Indonesia sendiri menjadi salah satu pasar video game terbesar di Asia Pasifik, dengan angka mencapai US$941 juta (sekitar Rp13 triliun). Asia Pasifik merupakan wilayah dengan pertumbuhan pasar game paling tinggi di dunia. Apalagi, ada Cina dan India yang juga memiliki jumlah pemain video game sangat besar.
Melihat angka tersebut, bukan hal mengherankan apabila industri e-sportjuga ikut berkembang pesat. E-sport adalah permainan video game yang bersifat kompetitif. Apabila sebelumnya e-sport identik dengan game untuk PC dan konsol, kini telah menjamah ranah game mobile.
DI Indonesia sendiri, sebenarnya kompetisi video game online sudah ada sejak era 90-an. Indonesia Gamers, atau yang kini dikenal sebagai Liga Game, menjadi pionir dengan menggelar kompetisi untuk Quake II dan Starcraft. Dengan keterbatasan internet pada saat itu, keberlangsungan kompetisi tersebut sangat bergantung pada keberadaan warnet yang mulai menjamur.
Dari situ, ekosistem game online dan e-sport di Indonesia makin berkembang. Pada 2002, Indonesia menyelenggarakan kompetisi gameberskala internasional pertama, yaitu kejuaraan World Cyber Games (WCG) yang diselenggarakan pada delapan kota di Indonesia.
Kompetisi lokal kian menjamur
Salah satu indikasi industri e-sport tanah air makin berkembang adalah kian menjamurnya kompetisi lokal yang bermunculan di berbagai kota. Skalanya pun beragam, mulai dari tingkat kota hingga provinsi.
Sebut saja Battle of Fridays yang diselenggarakan bersama Tokopedia. Selain itu ada juga Piala Presiden 2019 lalu yang didukung oleh Blibli, atau Dunia Games League yang digagas Telkomsel.
Stefanus Abdipranoto selaku Business Development Lead Tokopedia menjelaskan bahwa pihaknya mendukung kompetisi e-sport karena selaras dengan visi Tokopedia, yang ingin menciptakan peluang seluas-luasnya. Harapannya, dari kompetisi yang didukung Tokopedia bisa menjadi wadah untuk pemain video game berprestasi, mereka bisa mengembangkan karier, bahkan hingga ke tingkat dunia.
“Saat ini, kami juga lebih dekat dengan komunitas pencinta game. Di sisi lain, peningkatan penjualan produk yang berkaitan dengan gaming hanyalah bonus dari kepercayaan para gamer.”
Selain kompetisi, Tokopedia memang mengelola komunitas Tokopedia Gaming Network. Di mana para pemain video game bisa saling berdiskusi, mencari teman bermain, hingga berbagi informasi mengenai kompetisi.
Tak hanya dari kuantitas saja, kualitas dari kompetisi-kompetisi lokal yang terselenggara pun dinilai cukup baik. Menurut Aldean Tegar selaku Assistant VP eSports dari EVOS, dukungan sponsor yang makin banyak memang memengaruhi kualitas turnamen itu sendiri. Ia sendiri berharap tren ini bisa terus konsisten, tidak hanya sesaat saja.
“Kualitas Indonesia sih dari segi prize sudah bisa bersaing sama turnamen skala internasional, Perbedaan paling hanya di treatmentke player dan fasilitas yang diberikan oleh penyelenggara. Tapi so far sih sudah baik kalau Indonesia.”
Aldean sendiri telah berkecimpung di industri ini sejak 2007. Menurutnya, media sosial punya peran besar terhadap pertumbuhan industri ini. Lewat media sosial, berita soal kompetisi maupun prestasi atlet e-sport nasional jadi lebih mudah tersebar. Masyarakat jadi menyadari potensi dari industri ini.
Talenta baru terus bermunculan
Menjamurnya kompetisi lokal memang diharapkan mampu menjadi wadah bagi talenta-talenta baru unjuk gigi. Menurut Aldean, upaya tersebut membuahkan hasil yang positif.
“Indonesia pun 2019 ini mendominasi turnamen internasional skala Asia. Seperti game Mobile Legend, AOV, Free Fire, PUBG Mobile. Itu sudah bukti bahwa Indonesia sudah bisa diakui di kancah internasional untuk game mobile.”
Kualitas dan kuantitas yang mumpuni tersebut tentu sangat membantu EVOS dalam mencari talenta baru. EVOS sendiri tidak pernah melakukan seleksi terbuka. Biasanya pencarian bakat baru dilakukan dengan mengamati kompetisi ataupun leaderboad masing-masing game. Jika dirasa ada yang cukup andal dan potensial untuk dikembangkan, baru akan dihubungi untuk kerja sama lebih lanjut.
“Tantangannya lebih ke attitude dan kecocokan tim sih, karena player itu kalo jago belum tentu attitude-nya bagus dan cocok di tim,” terang Aldean. Selain itu, hal lain yang perlu dinilai adalah dedikasi dan komitmen orang tersebut. Ia mencari orang yang bersedia berlatih secara konsisten dan disiplin.
Meski begitu, Aldean juga mengingatkan bahwa berkarier di industri e-sporttidak harus sebagai atlet. Ada banyak profesi lain seperti team manager, caster, hingga streamer yang bisa ditekuni. Masing-masing memiliki tantangannya sendiri, dan tentu bisa menjadi alternatif pekerjaan dengan sumber pendapatan layak.
“Seiring berkembangnya e-sport, bahkan banyak pemain-pemain juga menjadi Youtuber, bisa mendapatkan sponsor deal sendiri, dan juga banyak endorsement. Jadi mereka tidak mengandalkan gaji pokok dari tim ataupun uang hadiah saja.”
EVOS sendiri baru saja mendapat pendanaan Seri A sebesar US$3,8 juta(sekitar Rp53 miliar) pada Maret 2019 lalu. Pendanaan itu kabarnya akan digunakan untuk pengembangan pusat pelatihan dan juga menjangkau negara-negara baru.
Dukungan pemerintah
Pertumbuhan industri e-sport di Indonesia mendapat respons positif dari pemerintah. Salah satunya adalah dengan mendirikan Indonesia e-Sport Association (IeSPA) sebagai wadah resmi komunitas di Indonesia. IeSPA akan membantu para pemain video game mengembangkan kemampuan dalam dunia kompetitif.
Tak hanya itu, lembaga pemerintah juga mulai aktif menginisiasi kompetisi e-sport. Sebut saja Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia (FORMI), juga Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Dari mereka lahir kompetisi seperti Piala Presiden, Youth National eSports Championship, dan juga IEC University Series 2019.
Dukungan pemerintah memberi legitimasi bahwa e-sport kini merupakan salah satu cabang olahraga yang diakui. Bahkan, e-sport sudah mulai dilombakan pada Asian Games 2018 lalu, serta SEA Games 2019 yang akan datang.
Namun menurut Yohannes Siagian, kepala sekolah SMA 1 PSKD yang memiliki program pembinaan di bidang e-sport, dukungan pemerintah harus berada di porsi yang pas agar ekosistemnya bisa terbentuk secara alami. Intervensi terlalu dalam justru membahayakan ekosistem e-sport untuk jangka panjang.
“Yang paling diperlukan adalah support pembangunan infrastruktur dan regulasi yang mendukung e-sport berkembang. Misalnya pengembangan jaringan internet di Indonesia dan pengakuan e-sport sebagai bidang usaha yang sah.”
Yohannes pun memberi contoh beberapa regulasi yang bisa menunjang e-sport untuk tumbuh. Misalnya mempermudah proses pembuatan visa kerja untuk pemain, pelatih, atau pekerja asing di ranah e-sport. Upaya positif itu tentu akan menghadirkan pertukaran informasi dan wawasan yang berdampak baik bagi ekosistem.
“(Jika e-sport didukung dengan tepat) Akan menjadi suatu sektor yang sangat menguntungkan bagi Indonesia. Tapi harus diberikan kesempatan untuk berkembang secara alami.” tutup Yohannes.